ASITA Apresiasi Presiden Prabowo Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat
Rabu, 11 Juni 2025 - 09:23:36 WIB
PEKANBARU (BabadNews) — Presiden Prabowo Subianto resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah tegas ini diambil setelah mencuatnya kasus pencemaran lingkungan yang viral di media sosial dan memicu kekhawatiran publik luas.
Empat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Keputusan ini dinilai sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan, khususnya di wilayah yang menjadi ikon keindahan bahari Indonesia.
Langkah Presiden Prabowo ini menuai pujian dari berbagai kalangan, salah satunya dari Dewan Pengurus Daerah (DPD) Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Provinsi Riau.
Ketua ASITA Riau, Dede Firmansyah, mengungkapkan bahwa sejak 8 Juni 2025, Dewan Pengurus Pusat (DPP) ASITA telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden yang menyuarakan keprihatinan atas maraknya aktivitas pertambangan di kawasan wisata Raja Ampat.
Dede menekankan bahwa Raja Ampat adalah kawasan yang diakui dunia sebagai pusat biodiversitas laut global dan telah ditetapkan sebagai Global Geopark UNESCO. Wilayah ini juga merupakan bagian dari Jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Indonesia yang memiliki nilai strategis dalam pelestarian ekosistem laut.
Namun, keberadaan aktivitas tambang di pulau-pulau seperti Kawe, Gag, dan Manuran menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Laporan yang diterima ASITA menyebutkan telah terjadi deforestasi, sedimentasi yang mencemari laut, serta kerusakan terumbu karang secara masif.
“Kerusakan lingkungan ini jelas mengancam masa depan pariwisata Raja Ampat, yang menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat lokal,” ujar Dede Firmansyah, Selasa (10/6/2025).
Dalam surat terbukanya, DPP ASITA juga menyoroti bahwa keberadaan tambang di kawasan konservasi bertentangan langsung dengan prinsip pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Hal ini dinilai mencederai komitmen Indonesia dalam menjaga kawasan konservasi yang selama ini dibangun melalui sistem retribusi konservasi yang dibayar wisatawan.
Apalagi, beberapa titik terdampak tambang seperti Batang Pele dan Manyaifun merupakan jalur utama menuju destinasi ikonik seperti Wayag, yang menjadi simbol Raja Ampat di mata dunia.
"Wisatawan yang datang diwajibkan mematuhi aturan konservasi, sementara di sisi lain aktivitas tambang yang merusak justru dibiarkan. Ini menciptakan ketimpangan dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem perlindungan lingkungan,” kata Dede.
ASITA menyerukan penghentian total seluruh aktivitas pertambangan di kawasan konservasi Raja Ampat. Organisasi yang menaungi pelaku industri perjalanan wisata di seluruh Indonesia ini meminta pemerintah menegakkan komitmen terhadap pariwisata ramah lingkungan dan berpihak pada masyarakat lokal.
Selain itu, ASITA mendorong agar komunitas adat, pelaku wisata, dan lembaga konservasi dilibatkan secara aktif dalam penyusunan kebijakan perlindungan lingkungan Raja Ampat ke depan.
Sumber: Halloriau.com
Komentar Anda :