Pembangunan Dipercepat, Transparansi Dipangkas: Bahaya di Balik Perpres 46/2025
Selasa, 24 Juni 2025 - 09:44:48 WIB
JAKARTA (BabadNews) – Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 yang dinilai membuka celah besar bagi praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Regulasi ini dinilai terlalu memberi kebebasan kepada pejabat negara tanpa pengawasan memadai.
Perpres tersebut memungkinkan penunjukan langsung terhadap penyedia barang dan jasa untuk program prioritas dan bantuan presiden, sebagaimana tertuang dalam Pasal 38 ayat 5 huruf a. Artinya, proses lelang terbuka dapat dilewati, dan proyek bisa langsung diberikan kepada rekanan pilihan pemerintah.
Tak hanya itu, Pasal 9 ayat 1 huruf f2 juga memberi wewenang kepada pengguna anggaran—baik pimpinan lembaga maupun kepala daerah—untuk mengubah prosedur, metode, bahkan bentuk kontrak pengadaan dengan alasan yang dinilai longgar, seperti “menghindari stagnasi” atau “mengisi kekosongan hukum”.
“Ini adalah diskresi berlebihan. Bukan untuk kondisi darurat, tapi untuk proyek biasa yang seharusnya tetap tunduk pada prinsip akuntabilitas,” ungkap seorang pengamat pengadaan publik.
Padahal standar internasional, seperti UNCITRAL Model Law, menegaskan bahwa penunjukan langsung hanya bisa dilakukan dalam situasi genting, seperti bencana alam. Sementara proyek-proyek prioritas pemerintah seperti program makan bergizi gratis dan pembangunan rumah sakit, menurut pengamat, bukan kategori krisis yang layak menggunakan prosedur darurat.
Laporan UNODC 2013 menyebut penunjukan langsung sebagai metode paling rawan kolusi dan penyalahgunaan kekuasaan. Tanpa kompetisi, negara kehilangan peluang mendapatkan penawaran terbaik, dan risiko konflik kepentingan meningkat drastis.
Dalam jangka panjang, kebijakan ini dinilai berisiko merusak kepercayaan publik terhadap birokrasi dan proses pengadaan. “Ketika prosedur dipermudah secara ekstrem, kontrol publik makin lemah. Yang tersisa hanya kekuasaan tanpa pagar pengaman,” lanjutnya.
Kritik serupa pernah muncul pada proyek strategis era Presiden Joko Widodo. Banyak proyek dikebut dengan prosedur longgar, namun berakhir tak memberi dampak ekonomi maksimal, bahkan membebani APBN dan BUMN dengan utang besar.
Kini, kekhawatiran serupa mencuat di awal pemerintahan Prabowo. Semangat percepatan pembangunan dikhawatirkan mengulang kesalahan lama: mengabaikan kehati-hatian, membuka celah korupsi, dan memunculkan “proyek gajah putih”.
“Efektivitas memang penting, tapi tidak boleh dicapai dengan menyingkirkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Tujuan baik tidak membenarkan cara yang keliru,” tegas pengamat tersebut.***
Sumber: Goriau.com
Komentar Anda :