www.babadnews.com
Otonomi | Pekanbaru | Rohil | Opini | Indeks
Putusan MK yang Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Timbulkan Dilema, Terkait Masa Jabatan DPRD
Sabtu, 05 Juli 2025 - 08:42:35 WIB
TERKAIT:
   
 

(BabadNews) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu 2 sampai 2,5 tahun menimbulkan dilema, salah satunya terkait masa jabatan anggota DPRD.

Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR Taufik Basari mengatakan masa jabatan DPRD tidak bisa diperpanjang atau dikosongkan selama 2 tahun untuk menjalankan putusan MK yang memisahkan pemilu lokal dan nasional.

Dia mengatakan opsi tersebut akan sama-sama melanggar konstitusi, karena pemilu DPRD sudah diatur dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 agar dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Namun, jika dikosongkan, maka hal itu akan melanggar Pasal 18 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang mengharuskan pemerintah daerah memiliki DPRD.

"Anggota DPRD itu dipilihnya harus melalui pemilu, tidak ada jalan lain," kata Taufik saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Menurut dia, putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut merupakan putusan yang dilematis karena dapat mengakibatkan krisis konsitusional dan constitutional deadlock yang mengunci.

Dia mengatakan putusan MK itu bersifat final dan harus ada pelaksanaan tindak lanjut. Namun, kalau putusan MK itu dilaksanakan oleh pembuat undang-undang maka justru akan melanggar UUD 1945 tersebut terkait pemilu.

"Kenapa jadi melanggar? Kalau dilaksanakan, negara tidak melaksanakan perintah konstitusi, yaitu untuk melaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPRD," kata dia dikutip dari Antara.

Menurut dia, pemilu di tingkat nasional yang terdiri dari pemilu presiden, DPR, DPD, tidak akan bermasalah karena dilaksanakan 5 tahun sekali. Sedangkan pemilu DPRD masuk ke pemilu lokal yang harus dijeda selama 2 tahun sesuai putusan MK.

Maka dari itu, dia mengatakan setiap lembaga negara perlu memahami perannya masing-masing sesuai dengan posisinya. Dia menilai dalam putusan tersebut, MK mengambil peran sebagai positive legislator yang merupakan tugas DPR.

"Sejatinya MK adalah negative legislator, yang berarti menyatakan suatu permohonan melanggar atau tidak, itu saja. Setelah dinyatakan melanggar, bagaimana jalan keluar, itu diserahkan ke pembuat undang-undang," kata dia.

 

Sumber: Cakaplah.com




 
Berita Lainnya :
  • Antisipasi Musim Hujan, Polres Kuansing Perkuat Sinergi Hadapi Potensi Bencana
  • DPRD Pekanbaru Evaluasi Pengelolaan Parkir, PT Yabisa Setor Rp20 Juta per Hari
  • Solar Langka di Pekanbaru, Diduga Akibat Gangguan Distribusi Pertamina
  • MKD Putuskan Uya Kuya dan Adies Kadir Tak Bersalah, Sahroni dan Eko Patrio Disanksi
  • Gaji ASN Siak Belum Cair, Pemkab Sebut SIPD Kemendagri Sedang Maintenance
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Serikat Pekerja Indonesia Laporkan Dugaan Mal-administrasi Pegawai Disnaker Provinsi Riau ke Omdusme
    2 Bertemu Ketua KNPI Pekanbaru 2011-2014, M Yasir Peroleh Banyak Pelajaran BerKNPI
    3 Dilantik Ade Fitra, M Yasir Sah Jabat Ketua PK KNPI Binawidya 2021-2024
    4 Kades Tarai BangunĀ Andra Maistar Lantik Ketua RT dan RW Serentak
    5 Kejagung Periksa Pejabat KLHK, Dugaan Korupsi Oleh Pengelolaan Lahan Hutan di Inhu
    6 Bukit Raya Raih Penghargaan Sebagai Kecamatan Terinovatif 1 Tahun 2020
    7 Tim Basket Putri SMA 1 Kampar Berhasil Melaju ke Babak Kedua, Usai Kalahkan SMA 1 Tandun
    8 Perbaikan Jalan di Kuansing Terus Digesa, Alat Berat Dikerahkan
    9 Dibela PEKAT IB, Bupati Ahmad Yuzar Dinilai Tak Cacat Hukum, Sekda Justru Langgar Kode Etik ASN
    10 Hari Ini PLTA Koto Panjang Riau Akan Buka 3 Pintu Waduk Sekaligus
     
    Otonomi | Pekanbaru | Rohil | Opini | Indeks
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2020-2023 PT. BBMRiau Indo Pers