Doktor Baru UNJ Desak Pemenuhan Guru di Daerah 3T Jadi Prioritas Nasional
Sabtu, 26 Juli 2025 - 15:21:19 WIB
JAKARTA (BabadNews) - Universitas Negeri Jakarta kembali meluluskan seorang doktor di bidang manajemen pendidikan yang membawa isu strategis dan menyentuh jantung persoalan pendidikan nasional: minimnya pemerataan guru di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Dr. Ahmad Budidarma, lulusan doktor ke-5.349 UNJ, melalui disertasinya menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan guru adalah syarat utama dalam membangun pendidikan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Disertasi ini mengambil studi kasus di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, sebuah wilayah perbatasan yang masuk kategori 3T. Temuannya menunjukkan bahwa banyak sekolah di wilayah ini mengalami kekurangan guru pada berbagai mata pelajaran penting, tidak hanya sains dan kejuruan (vokasi), tetapi juga mata pelajaran pendidikan jasmani (olahraga) dan pendidikan agama.
“Masalah kekurangan guru tidak hanya pada pelajaran inti, tetapi juga pada pelajaran yang membentuk karakter dan kebugaran peserta didik. Ini menunjukkan bahwa masalahnya sistemik dan meluas,” ujar Ahmad.
Ia menegaskan bahwa fenomena serupa juga terjadi di berbagai wilayah 3T lainnya di Indonesia. Ketimpangan ini menghambat jalannya pendidikan yang bermutu dan menyeluruh, dan mengancam kesenjangan antardaerah dalam hal kualitas sumber daya manusia.
Selain itu, Dr. Ahmad juga mengkritisi aturan dalam PP No. 19 Tahun 2017 yang menetapkan bahwa guru di daerah khusus (3T) hanya bisa mengajukan mutasi setelah minimal 10 tahun mengabdi, sementara guru di wilayah non-3T cukup 4 tahun. Kebijakan ini dinilai menciptakan beban psikologis dan memperbesar ketimpangan distribusi guru antarwilayah.
Sebagai hasil dari penelitiannya, ia menerbitkan buku berjudul “Sang Cerdik Pandai di Ujung Negeri” yang merefleksikan pelaksanaan dan tantangan Program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah 3T). Buku ini mendorong pemerintah untuk menghidupkan kembali program pemenuhan guru berbasis penugasan temporer, dengan sistem yang lebih adaptif dan manusiawi.
Ahmad mengusulkan skema penugasan maksimal dua tahun yang berkelanjutan dan bergilir, agar guru tetap bersedia mengabdi di daerah 3T tanpa kehilangan hak dan peluang kariernya.
“Kita bisa belajar dari sistem penugasan militer yang menempatkan personel di daerah perbatasan maksimal dua tahun. Model ini bisa diterapkan bagi guru, dengan tetap menjaga kontinuitas pembelajaran melalui sistem rotasi yang terencana,” tambahnya.
Promotor sekaligus Ketua Umum PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., memberikan dukungan penuh atas gagasan tersebut. Ia menegaskan bahwa penyediaan guru secara merata adalah langkah konkret untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pendidikan.
“Apapun nama programnya, yang terpenting adalah kehadiran guru di seluruh penjuru negeri. Pendidikan yang adil hanya mungkin terjadi jika seluruh anak Indonesia, termasuk di wilayah 3T, mendapat hak yang sama untuk belajar dari guru yang kompeten. No one left behind,” tutur Prof. Unifah.
Melalui penelitian ini, Dr. Ahmad Budidarma menyampaikan pesan yang kuat, "Indonesia tidak akan sampai pada cita-cita besarnya tanpa kehadiran guru yang merata dan memadai. Maka, pemenuhan kebutuhan guru bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi kunci utama menuju Indonesia Emas yang inklusif dan berkeadilan." ***
Sumber: Goriau.com
Komentar Anda :