www.babadnews.com
Otonomi | Pekanbaru | Rohil | Opini | Indeks
Nugroho Mantan Ajudan Risnandar Ikut Terima Aliran Dana Hasil Korupsi Rp1,6 Miliar, Hingga Kini Belum Ditetapkan Sebagai Tersangka
Rabu, 30 Juli 2025 - 13:27:41 WIB
TERKAIT:
   
 

PEKANBARU (BabadNews) – Nugroho Dwi Putranto alias Untung, ajudan mantan Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, ikut menerima aliran dana hasil korupsi senilai Rp1,6 miliar. Namun, hingga saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkannya sebagai tersangka.

Uang tersebut berasal dari pemotongan Ganti Uang (GU) persediaan dan Tambahan Uang (TU) persediaan pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru. Praktik korupsi ini terjadi dalam kurun waktu Mei hingga awal Desember 2024.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan Pj Walikota Risnandar Mahiwa, mantan Sekretaris Daerah Indra Pomi Nasution, serta mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum, Novin Karmila.

Total kerugian negara yang diakibatkan dari pemotongan GU dan TU mencapai lebih dari Rp8,9 miliar. Risnandar Mahiwa disebut menerima Rp2.912.395.000, Indra Pomi Nasution menerima Rp2.410.000.000, dan Novin Karmila Rp2.036.700.000.

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (29/7/2025), Novin yang dihadirkan sebagai saksi, menyebut Untung berperan besar dalam pengaturan pencairan dan pembagian dana GU dan TU, sejak dia menjabat ajudan Pj Walikota.

Menurut Novin, posisi Untung bahkan melampaui atasannya sendiri, Risnandar Mahiwa. Untung yang meminta Novin untuk memberi uang Rp1 miliar ke Risnandar Mahiwa. Uang diberikan dua kali, masing-masing Rp500 juta.

"Untung bilang, seberapa apa dikasih aja dulu ke Pak Pj," kata Novin ketika ditanya JPU KPK terkait pemberian uang yang diberikan secara bertahap kepada Risnandar Mahiwa.

Ia mengklaim bahwa Risnandar sendiri tidak mengetahui asal usul uang yang diterimanya. "Yang tahu, kalau itu berasal dari makan minum," kata Novin di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama.

Tidak hanya itu, Untung juga meminta uang Rp1 miliar untuk membeli rumah di Jakarta. Permintaan itu disampaikan sejak Juli 2024.

"Udah ada 1 M-nya? Kalau sudah ada kirim saja ke istri awak," pinta Untung melalui pesan WhatsApp kepada Novin.

Saat diperiksa penyidik KPK di Polresta Pekanbaru, Novin mengaku sempat diarahkan oleh Untung untuk memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta.

"Ketika itu Untung yang lebih dulu sampai ke Polresta, saat saya datang dia bilang, 'kak bilang itu yang Rp1 M untuk Bapak'. Saya bilang tak bisa lah Untung, itu kan punya kamu," jelas Novin di ruang sidang.

Meskipun terlibat aktif dalam pengaturan dan pencairan dana, hingga kini Untung belum tersentuh hukum. Hal ini pun membuat Novin merasa diperlakukan tidak adil.

"(Saya berharap Untung) Diproses juga lah Pak. Dia yang mengatur saya selama ini di Bagian Umum," harap Novin.

Hakim anggota Adrian HB Hutagalung menyoroti keanehan peran Untung yang bisa mengatur segala sesuatu, termasuk pencairan dana. Ia mempertanyakan apakah Novin berada di bawah tekanan, memiliki hubungan khusus, atau memang tunduk pada kekuasaan Untung.

"Apakah memang seberuntung namanya Untung, atau ada kedekatan spesial Anda dengan Untung, atau Anda dalam tekanan karena di luar prosedur dipegang Untung hingga apa yang diminta Untung Anda acc. Kami pun terheran-heran," kata hakim Adrian.

Novin menjawab bahwa dia memenuhi permintaan Untung karena yang bersangkutan adalah ajudan Pj Walikota, dan setiap pencairan dana GU dan TU selalu melibatkan Untung.

“Apalagi yang dia tahu soal GU?" tanya hakim Adrian.

" Kalau GU, setiap cair dia tahu semua. Seharusnya yang tahu soal itu Sekda, ajudan tidak tahu,” ujar Novin.

Novin menduga Untung mendapat informasi langsung dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) soal pencairan GU dan TU.

Hakim pun kembali bertanya soal peran dominan Untung, termasuk pengaturan pencairan dana yang dilakukan melalui pesan WhatsApp.

"Dia minta satu-satu di WA itu, malah minta tambah lagi. Kalian lebih tinggi dari si Untung," ujar hakim dengan nada sindiran.

Novin juga mengungkap bahwa pada Juli atau Agustus 2024, ia pernah meminta kepada Untung agar dipindahkan dari Bagian Umum karena sudah terlalu lama bertugas di sana.

"Usulkan lah aku pindah, Tung, karena dah lama di Bagian Umum." Menurut Novin, Untung menjawab, "Nanti saya lapor ke Pak Pj."

Tak lama setelah itu, Novin dipanggil oleh Risnandar. "Pak, pindahkan lah saya." Risnandar lalu menjawab, "Oh, mau pindah," kata Novin menirukan.

Namun, alih-alih dipindah ke tempat lain, Novin justru diangkat menjadi Kepala Bagian Umum. Ia mengaku tidak bisa menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) karena hanya berijazah D3, dan akhirnya meminta bantuan kepada Sekda.

Novin juga menjelaskan bahwa prosedur pencairan yang dilakukan oleh Untung sama sekali tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Hakim kembali mempertanyakan mengapa hal tersebut tidak pernah dilaporkan, padahal ajudan tidak memiliki kewenangan untuk mencairkan dana.

"Pejabat Pemko Pekanbaru itu termasuk yang hebat. Kok ajudan bisa mengatur semua pencairan? Atas permintaan siapa Untung mengatur pencairan?"

"Tidak tahu saya, Pak," jawab Novin.

"Luar biasa Untung itu," timpal hakim.

JPU mendakwaan Risnandar Mahiwa, Indra Pomi dan Novin Karmila melakukan korupsi anggaran rutin Pemko Pekanbaru dengan modus pemotongan GU Persediaan dan Tambahan Uang TU Persediaan pada Mei hingga Desember 2024.

Ketiga terdakwa didakwa menerima uang atau memotong anggaran rutin yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pekanbaru 2024 sebesar Rp8.959.095.000.

"Uang tersebut diperoleh dengan cara memotong pencairan GU dan TU yang seharusnya digunakan untuk keperluan negara dan pegawai negeri," ujar JPU.

Dari jumlah itu, ketiga terdakwa menerima dengan jumlah berbeda.
Risnandar Mahiwa menerima Rp2.912.395.000, Indra Pomi menerima Rp2.410.000.000 dan Novin Karmila Rp2.036.700.000.

Uang tersebut juga diterima Nugroho Dwi Triputranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar Mahiwa. Ia memperoleh uang Rp1.6 miliar.

"Uang itu dibayarkan seolah-olah mempunyai utang kepada Terdakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution dan Novin Karmila serta Nugroho Dwi Triputro. Padahal pemotongan serta penerimaan uang tersebut bukan merupakan utang," jelas JPU.

Mereka juga didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintahan Kota (Pemko) Pekanbaru. Gratifikasi berupa uang dan baramg mewah.*

Sumber: Cakaplah.com





 
Berita Lainnya :
  • Topan Kalmaegi Terjang Filipina, 140 Orang Tewas dan Ratusan Hilang
  • Satgas Migas dan PHR Sinergi Amankan Aset Negara di Blok Rokan
  • Lima Pengedar Sabu Ditangkap di Pelalawan, Polisi Ungkap Dua Jaringan Sekaligus
  • DPRD Pekanbaru Dukung Seleksi Terbuka Camat dan Lurah, Ingatkan Transparansi Hasil
  • Pemerintah Siapkan Program Pembagian Tanah untuk Keluarga Miskin Ekstrem
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Serikat Pekerja Indonesia Laporkan Dugaan Mal-administrasi Pegawai Disnaker Provinsi Riau ke Omdusme
    2 Bertemu Ketua KNPI Pekanbaru 2011-2014, M Yasir Peroleh Banyak Pelajaran BerKNPI
    3 Dilantik Ade Fitra, M Yasir Sah Jabat Ketua PK KNPI Binawidya 2021-2024
    4 Kades Tarai BangunĀ Andra Maistar Lantik Ketua RT dan RW Serentak
    5 Kejagung Periksa Pejabat KLHK, Dugaan Korupsi Oleh Pengelolaan Lahan Hutan di Inhu
    6 Bukit Raya Raih Penghargaan Sebagai Kecamatan Terinovatif 1 Tahun 2020
    7 Tim Basket Putri SMA 1 Kampar Berhasil Melaju ke Babak Kedua, Usai Kalahkan SMA 1 Tandun
    8 Perbaikan Jalan di Kuansing Terus Digesa, Alat Berat Dikerahkan
    9 Dibela PEKAT IB, Bupati Ahmad Yuzar Dinilai Tak Cacat Hukum, Sekda Justru Langgar Kode Etik ASN
    10 Hari Ini PLTA Koto Panjang Riau Akan Buka 3 Pintu Waduk Sekaligus
     
    Otonomi | Pekanbaru | Rohil | Opini | Indeks
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2020-2023 PT. BBMRiau Indo Pers