www.babadnews.com
Otonomi | Pekanbaru | Rohil | Opini | Indeks
Komnas HAM Soroti Relokasi Warga Tesso Nilo yang Dinilai Berpotensi Langgar HAM
Jumat, 22 Agustus 2025 - 13:28:55 WIB
TERKAIT:
   
 

PEKANBARU (BabadNews) – Sebanyak 30 ribu warga Tesso Nilo terancam terusir dari rumah dan kebunnya! Pemerintah memberi tenggat relokasi mandiri hingga 22 Agustus 2025, namun tanpa solusi tempat tinggal baru. Komnas HAM pun angkat bicara, menyebut kebijakan ini berpotensi melanggar HAM.

Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo, menyampaikan hal ini setelah pihaknya melakukan pemantauan di wilayah Tesso Nilo pada 6–9 Agustus 2025.

Dari hasil pemantauan, Komnas HAM menyimpulkan beberapa hal. Yang pertama, sebagian besar lahan sawit di Tesso Nilo sebelumnya adalah bekas izin pemanfaatan hutan (IUHHK-HA) yang sudah menjadi semak belukar. Akses jalan HTI yang dibangun sejak awal 2000, dan praktik hibah lahan oleh ninik mamak mendorong masuknya pendatang membuka kebun sawit sejak awal 2000-an.

"Kedua, selama puluhan tahun, masyarakat lokal dan pendatang melakukan berbagai macam aktivitas di Tesso Nilo, selain bertanam sawit, juga membangun sekolah, rumah ibadah, pemakaman, dan hidup layaknya desa pada umumnya," ujar Prabianto Mukti Wibowo, Kamis (21/7/2025).

Ketiga, kehadiran Satgas PKH disertai dengan pembangunan posko Satgas PKH dengan petugas yang terpantau menggunakan seragam dan truk berlogo TNI. Satgas PKH memasang papan pengumuman soal relokasi mandiri, namun tanpa surat resmi kepada masing-masing warga.

"Imbauan untuk tidak menerima murid baru pernah dikeluarkan kepada sekolah-sekolah di Tesso Nilo, namun dibatalkan setelah protes masyarakat. Pengumuman relokasi tidak diikuti tawaran solusi alternatif maupun tujuan baru warga yang pindah," cakapnya.

Keempat, warga yang ditemui Komnas HAM menolak relokasi karena sudah menetap lebih dari belasan tahun dan memiliki kebun sawit yang produktif. Sementara itu, warga tidak mendapat tawaran tentang kompensasi dan/atau lokasi tujuan.

"Imbauan relokasi tanpa lokasi tujuan dapat menyebabkan orang kehilangan tempat tinggal dan tempat mencari nafkah, dan merupakan pelanggaran hak atas bertempat tinggal dan berkehidupan yang layak sebagaimana dilindungi dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 11 Konvensi Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial Budaya," sebutnya.

Dalam kasus ini, masyarakat yang hidup di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo telah bertempat tinggal dan berkehidupan selama setidaknya belasan tahun di wilayah tersebut. Mereka telah menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan sawit, menjalani kegiatan sosialnya, serta tinggal di kawasan tersebut.

Meskipun masyarakat tidak memiliki kepastian hukum tenurial untuk tinggal dan hidup pada kawasan tersebut, pembiaran yang dilakukan negara secara terus-menerus menjadi faktor yang mendorong adanya warga yang telah bertempat tinggal dan berkehidupan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.

"Oleh karena itu, negara tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan mencabut hak bertempat tinggal dan berkehidupan yang layak bagi masyarakat tanpa memikirkan solusi lokasi baru dan penghidupan yang layak yang menyertainya," sebutnya.

Terkait hal ini, Komnas HAM memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Meninjau ulang batas waktu relokasi mandiri pada 22 Agustus 2025 sebelum adanya langkah-langkah perlindungan prosedural yang konkret terhadap masyarakat terdampak untuk mencegah terjadinya konflik.

2. Mendorong perumusan kebijakan penertiban kawasan hutan pada kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang didasarkan pada kajian yang komprehensif, termasuk hasil kajian Tim Revitalisasi Ekosistem Taman Nasional Tesso Nilo 2018 serta hasil Konsultasi Nasional Krisis Tenurial Taman Nasional Tesso Nilo yang pernah diselenggarakan Komnas HAM pada tahun 2016.

3. Memberikan perlindungan prosedural terhadap masyarakat yang terdampak kebijakan penggusuran paksa, utamanya konsultasi yang tulus (genuine consultation), pemulihan hukum (legal remedies), dan alternatif tempat tinggal serta penghidupan yang layak.

4. Menghindari penggunaan kekuatan yang berlebih (excessive use of force) dan simbol-simbol militer pada ranah sipil, serta mengedepankan pendekatan kemanusiaan oleh aparat sipil.

Juru bicara warga terdampak TNTN yang tergabung dalam Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan-Pertanahan Riau, Abdul Aziz, sangat mengapresiasi rekomendasi yang dibuat oleh Komnas HAM itu.

Aziz berharap penyelesaian persoalan TNTN dapat diselesaikan secara komprehensif, mengedepankan aturan-aturan yang telah ada untuk dijadikan sebagai pedoman penyelesaian. Bukan malah dengan melakukan tekanan, pemaksaan kehendak, apalagi intimidasi. Sebab yang dihadapi adalah rakyat, bukan separatis apalagi kelompok bersenjata.

Mengedepankan aparat militer bersenjata dalam penyelesaian TNTN justru akan memperkeruh suasana.

"Saat ini ada beberapa pos militer bersenjata di sana dan bahkan di lokasi plang penyitaan, masih ada kamp militer. Ini maksudnya apa?" ujar Aziz.

Menurut Aziz, sejak awal, pembentukan TNTN ini sudah melanggar aturan. Salah satunya adalah pelanggaran atas PP 47 Tahun 1997 junto PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional. Sudah begitu, setelah TNTN ada, pembiaran oleh kehutanan terjadi pula.

Atas kesalahan masa lalu dan pembiaran itu, belakangan masyarakat yang kemudian dipersalahkan. Masyarakat disebut perambah. Ada pula bahasa 'cukong' yang sengaja diframing untuk menarik simpati publik.

Padahal sejak lama, bahkan sejak tahun 1974, areal yang kini disebut TNTN itu telah menjadi areal penebangan kayu oleh perusahaan-perusahaan yang diberikan izin HPH oleh kehutanan.

Sumber: Cakaplah.com




 
Berita Lainnya :
  • UAS Imbau Masyarakat Tenang, Klarifikasi Bahwa Gubernur Riau Hanya Dimintai Keterangan oleh KPK
  • 3 Bulan Dana Belum Turun, Kantor Lurah Sungai Mempura Gelap-Gelapan Tanpa Listrik
  • PSPS Pekanbaru Fokus Bangkit Hadapi Persiraja di Laga Penutup Putaran Pertama
  • Ubah Sampah Jadi Energi, Gubri Targetkan Riau Miliki Fasilitas PSEL Modern
  • LAN Kuansing Dukung Polda Riau Tertibkan PETI: Jaga Lingkungan dan Ketertiban Sosial
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Serikat Pekerja Indonesia Laporkan Dugaan Mal-administrasi Pegawai Disnaker Provinsi Riau ke Omdusme
    2 Bertemu Ketua KNPI Pekanbaru 2011-2014, M Yasir Peroleh Banyak Pelajaran BerKNPI
    3 Dilantik Ade Fitra, M Yasir Sah Jabat Ketua PK KNPI Binawidya 2021-2024
    4 Kades Tarai BangunĀ Andra Maistar Lantik Ketua RT dan RW Serentak
    5 Kejagung Periksa Pejabat KLHK, Dugaan Korupsi Oleh Pengelolaan Lahan Hutan di Inhu
    6 Bukit Raya Raih Penghargaan Sebagai Kecamatan Terinovatif 1 Tahun 2020
    7 Tim Basket Putri SMA 1 Kampar Berhasil Melaju ke Babak Kedua, Usai Kalahkan SMA 1 Tandun
    8 Perbaikan Jalan di Kuansing Terus Digesa, Alat Berat Dikerahkan
    9 Hari Ini PLTA Koto Panjang Riau Akan Buka 3 Pintu Waduk Sekaligus
    10 Dibela PEKAT IB, Bupati Ahmad Yuzar Dinilai Tak Cacat Hukum, Sekda Justru Langgar Kode Etik ASN
     
    Otonomi | Pekanbaru | Rohil | Opini | Indeks
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2020-2023 PT. BBMRiau Indo Pers