Penangkapan Aktivis Riau Khariq Anhar Picu Kecaman, UU ITE Dinilai Jadi Alat Represi
Selasa, 02 September 2025 - 09:32:42 WIB
JAKARTA (BabadNews) – Penangkapan mahasiswa Universitas Riau, Khariq Anhar, oleh Polda Metro Jaya kembali memicu perdebatan publik soal UU ITE. Khariq dituding menyebarkan konten satir lewat editan judul berita di media sosial, padahal kuasa hukumnya menyebut itu murni ekspresi politik.
Khariq ditangkap pada Jumat pagi (29/8/2025) di Bandara Soekarno-Hatta saat hendak pulang ke Riau. Penangkapannya dilakukan oleh lima polisi dari Subdirektorat Siber. Laporan terhadapnya dibuat oleh Baringin Jaya Tobing dengan nomor LP/B/6073/VIII/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Unggahan Khariq berupa editan judul berita Redaksi Kota yang memuat pernyataan Presiden KSPI Said Iqbal. Judul asli berbunyi “Said Iqbal Tegaskan agar Anarko, Pelajar & BEM Jangan Gabung Aksi 28 Agustus”, namun diubah menjadi “Segera Gabung Aksi 28 Agustus: Ini Murni Gerakan Rakyat Indonesia!”
Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) yang mendampingi Khariq menyebut unggahan itu adalah bentuk kritik satir. “Ia hanya membuat kalimat alternatif yang menurutnya lebih tepat, agar dibaca Said Iqbal. Itu bagian dari ekspresi politik, bukan kejahatan,” kata TAUD, Senin (1/9/2025).
Namun, Khariq dijerat dengan pasal berlapis dalam UU ITE, termasuk Pasal 32 dan 35, yang ancamannya bisa mencapai penjara bertahun-tahun. TAUD menilai proses hukum ini sarat represi.
Mereka menuding polisi melakukan penangkapan secara sewenang-wenang. “Khariq dipiting, dipaksa masuk mobil, mukanya dipukul hingga hampir pingsan. Penangkapan dilakukan tanpa surat tugas,” kata mereka.
Selain itu, polisi menyita dua ponsel Khariq, akun media sosial, hingga email pribadinya. Saat diperiksa, mahasiswa ini bahkan ditanyai soal logo bajak laut anime One Piece hingga foto demonstrasi di luar negeri yang tak ada hubungannya dengan kasus.
Bagi TAUD, kasus ini bukan sekadar soal editan berita, tetapi sinyal bagaimana UU ITE dipakai untuk membungkam kritik mahasiswa. “Laporan digunakan sebagai alat pembungkaman, bukan penegakan hukum,” tegasnya. ***
Komentar Anda :