Raffi Ahmad Dikaitkan Isu Pajak, Pengamat: Jangan Samakan Harta dengan Penghasilan
  Sabtu, 13 September 2025 - 14:13:13 WIB
 
  
  
    
      
JAKARTA (BabadNews) – Perbedaan harta kekayaan yang dilaporkan di LHKPN dengan penghasilan tahunan sering memicu salah kaprah soal pajak. Kasus Raffi Ahmad jadi contoh isu publik yang dinilai menyesatkan.
Namun, pengamat pajak sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menilai perhitungan tersebut menyesatkan. "Narasi harta Rp1 triliun lalu dipukul rata harus bayar pajak Rp340 miliar itu terlalu ringkas dan keliru. Perhitungannya tidak sesederhana itu," ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Prianto menjelaskan, sistem perpajakan di Indonesia memiliki 21 jenis pajak yang terbagi atas pajak pusat dan daerah. Dari jumlah itu, hanya dua jenis pajak yang berkaitan langsung dengan harta: transaksi perolehan atau pelepasan harta, serta kepemilikan harta.
Untuk transaksi perolehan atau pelepasan harta, pajak mencakup PPh atas penghasilan, PPN dan PPnBM saat pembelian barang mewah, BPHTB untuk tanah dan bangunan, serta BBNKB untuk kendaraan. Sedangkan untuk kepemilikan, ada PBB yang dibayar tahunan serta PKB lima tahunan.
Dengan asumsi penghasilan Rp1 triliun dalam setahun, tarif progresif Pasal 17 UU PPh memang bisa menghasilkan perhitungan PPh Rp349,694 miliar. Tetapi, menurut Prianto, asumsi ini tidak bisa langsung disamakan dengan kondisi sebenarnya. "Harta Rp1 triliun di LHKPN tidak identik dengan penghasilan satu tahun. Ada perbedaan tahun perolehan harta, dan basis penilaiannya pun berbeda," jelasnya.
Ia menambahkan, penilaian tanah atau bangunan di LHKPN merujuk pada NJOP PBB, bukan nilai transaksi sebenarnya. "Fokus pajak pribadi itu tambahan penghasilan di tahun berjalan, bukan total harta yang dicatat di LHKPN," tegasnya.
Isu dugaan penggelapan pajak Raffi Ahmad pun dinilai masih berupa spekulasi publik tanpa landasan perhitungan yang sesuai dengan aturan perpajakan. Prianto menegaskan, pemahaman publik perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antara harta yang dilaporkan dengan kewajiban pajak yang sebenarnya. ***
	
    
    
	
	
Komentar Anda :