Trump Ancam Tarif 100 Persen, China Tegas Tolak Hentikan Impor Minyak Rusia
Rabu, 17 September 2025 - 10:32:16 WIB
BEIJING (BabadNews) – Ketegangan perdagangan AS–China kembali mencuat. Presiden Donald Trump mengancam tarif impor hingga 100 persen karena Beijing masih membeli minyak dari Rusia. Namun, China menegaskan tak bisa dipaksa memutus kerja sama energi dengan Moskow.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menolak keras tekanan sepihak Washington. Ia menegaskan bahwa kerja sama energi dengan Rusia adalah hak sah China dan tidak melanggar aturan perdagangan internasional.
“Langkah yang diambil AS adalah bentuk unilateralisme, intimidasi, dan pemaksaan ekonomi. China berhak bekerja sama dengan siapa pun sesuai kepentingannya,” ujar Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Senin (15/9/2025).
Menurutnya, langkah Trump justru berpotensi mengganggu stabilitas rantai pasokan global. “Pemaksaan tidak pernah menyelesaikan masalah, apalagi memenangkan hati dan pikiran,” tambahnya.
Trump sebelumnya menulis di akun Truth Social bahwa tarif setinggi 50–100 persen terhadap China diperlukan untuk “mematahkan cengkeraman Beijing atas Rusia.” Ia juga menuding NATO belum sepenuhnya serius menekan Moskow karena sebagian anggotanya masih membeli minyak Rusia.
Unggahan itu memicu respons keras dari Beijing. Lin Jian menegaskan, bila kepentingan nasional mereka dirugikan, China siap mengambil langkah balasan. “Kami akan bertindak tegas melindungi kedaulatan dan kepentingan pembangunan kami,” katanya.
Situasi ini semakin menambah ketegangan global. Negara-negara G7 dan Uni Eropa memang sudah menghentikan impor minyak Rusia serta menetapkan batas harga. Namun, Rusia justru memperbesar pasokan ke China dan India. Bahkan, Trump sudah menjatuhkan tarif tambahan 25 persen untuk barang-barang India karena alasan serupa.
China sendiri menyatakan tetap konsisten pada posisinya terkait krisis Ukraina: mendorong dialog dan negosiasi, bukan sanksi sepihak. Namun, ancaman tarif dari Washington dinilai bisa mengarah pada perang dagang jilid baru yang dampaknya meluas ke ekonomi dunia.***
Komentar Anda :