Dana TKD Dipotong, Ekonom Minta Pemda Riau Fokus ke Layanan Dasar dan Kemandirian Pajak
Kamis, 09 Oktober 2025 - 13:27:44 WIB
PEKANBARU (BabadNews) – Menyusul pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat, pengamat ekonomi Universitas Riau, Dahlan Tampubolon, meminta pemerintah daerah di Riau mengubah arah belanja. Fokus harus diarahkan pada layanan dasar publik dan optimalisasi pajak daerah, bukan seremonial dan proyek mewah.
"Pemda Riau, dalam hal ini provinsi dan kabupaten/kota, sekarang posisinya memang terjepit. Dengan penurunan TKD yang sebesar 24,7 persen dari tahun sebelumnya, mereka tak bisa lagi cuma menengadah ke Pusat. Ini saatnya berbenah diri dan mandiri, biar tak dibilang otonomi setengah hati," kata pengamat ekonomi Universitas Riau Dahlan Tampubolon kepada GoRiau, Kamis (9/10/2025).
Menurut Dahlan, menyikapi situasi pelik ini, Pemprov dan pemkab/kota se-Riau harus memangkas belanja yang tidak penting. Kepala daerah harus berani memangkas habis belanja yang sifatnya rutinitas tapi tidak membawa dampak langsung bagi masyarakat. "Perjalanan dinas berlebihan misalnya, apalagi yang cuma untuk melobi TKD, kegiatan seremonial, atau pengadaan barang mewah, itu dipangkas saja," kata Dahlan.
Saatnya pemda se-Riau, lanjutnya, memfokuskan kas daerahnya untuk belanja wajib, seperti gaji ASN, PPPK, dan pelayanan dasar bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur minimum. "Ini baru namanya disiplin fiskal yang ketat," papar Dahlan.
Pemkab/kota juga disarankan Dahlan jangan hanya sekedar pandai menaikkan nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menaikkan PBB, menurut Dahlan, memang cara cepat, tapi bisa mencekik rakyat.
"Pemda harus berinovasi dalam menggali potensi pajak dan retribusi lain yang belum optimal. Misalnya, perbaiki sistem pemungutan pajak daerah agar lebih transparan dan tak bocor, digitalisasi layanan. Juga kembangkan sektor pariwisata atau industri lokal yang bisa jadi sumber PAD baru. Insentif harus diberikan kepada daerah yang berinovasi, bukan sekedar yang PAD-nya tinggi," ujarnya.
Selain itu, Pemda Riau juga harus satu suara dengan asosiasi daerah seperti Apkasi, Apeksi, ADPSI, untuk mendesak Pemerintah Pusat supaya merumuskan ulang apa itu kinerja daerah. Pemerintah Pusat, kata Dahlan, tidak bisa cuma menjadikan serapan anggaran sebagai indikator, apalagi kalau serapan itu ujung-ujungnya hanya proyek yang tak jelas. Kinerja harus diukur dari kualitas layanan publik dan dampak sosial, misalnya penurunan stunting, peningkatan mutu pendidikan, atau kemudahan izin usaha. Pemda Riau harus menyiapkan data untuk membuktikan bahwa inovasi tersebut berhasil meski anggarannya terbatas.
Dahlan mengakui, pemangkasan TKD ujian besar bagi otonomi daerah dan komitmen konstitusi. Pemda Riau harus memanfaatkan forum dialog fiskal yang diperkuat. Jangan biarkan hubungan keuangan pusat-daerah jadi monolog dari Jakarta. Kepala daerah harus bernegosiasi dengan data dan bukti bahwa kekuasaan tidak boleh terpusat, sesuai Pasal 18 UUD 1945.
"Orang daerah harus menekan pusat agar komponen TKD yang jadi hak daerah, seperti Dana Alokasi Umum/DAU dan Dana Bagi Hasil/DBH, tidak diganggu-gugat dan disalurkan tepat waktu, supaya tak perlu berkeliling ke Jakarta untuk melobi pencairan. Kemandirian fiskal dan transparansi anggaran pusat adalah kunci agar otonomi daerah di Riau tetap bernafas dan tak mati suri," tandas Dahlan. ***
Komentar Anda :