Polda Riau Tegaskan: Korban Pemerasan yang Serahkan Uang Tak Bisa Dipidana
Sabtu, 18 Oktober 2025 - 15:08:07 WIB
PEKANBARU (BabadNews) – Polda Riau menegaskan korban pemerasan tidak dapat dijerat pidana, meskipun menyerahkan uang kepada pelaku. Penyerahan uang dalam situasi tertekan dianggap sebagai bukti adanya paksaan, bukan tindakan sukarela.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) Polda Riau, AKBP Sunhot Silalahi, di Mapolda Riau, Jumat (17/10/2025), saat menjawab pertanyaan publik terkait posisi hukum korban dalam kasus pemerasan yang menyeret Ketua Umum Ormas Pemuda Tri Karya (Petir), Jekson Jumari Pandapotan Sihombing (35).
“Pemberian uang dalam konteks pemerasan tidak bisa dianggap sukarela. Itu justru menjadi bukti adanya tekanan dan ancaman. Karena itu, korban tidak bisa dijerat pidana,” tegas AKBP Sunhot.
Ia menjelaskan, pemerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP mengandung unsur paksaan atau ancaman yang menyebabkan korban tidak memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan.
Sunhot juga menegaskan bahwa Pasal 48 KUHP menyebut seseorang tidak dapat dihukum jika melakukan perbuatan di bawah pengaruh daya paksa (overmacht). “Dalam kasus ini, korban kami posisikan sebagai saksi pelapor, bukan tersangka. Peran mereka penting untuk pembuktian dalam proses penyidikan,” jelasnya.
Tersangka Diduga Tidak Sendiri
Polda Riau menetapkan Jekson sebagai tersangka setelah penyidik menemukan bukti kuat berupa rekaman CCTV, komunikasi, serta keterangan saksi yang menunjukkan adanya pemaksaan dan ancaman terhadap sejumlah pihak demi keuntungan pribadi.
“Penyidik bekerja berdasarkan fakta hukum. Bukti-bukti yang kami peroleh menguatkan dugaan adanya pemerasan dengan motif pribadi,” ujar AKBP Sunhot.
Ia menambahkan, penyidikan masih terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain. “Ada indikasi pelaku tidak bergerak sendiri. Kami sedang mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain,” tambahnya.
Polda Riau juga mengimbau masyarakat agar tidak takut melapor jika menjadi korban pemerasan, terutama jika dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan organisasi. “Tidak ada pihak yang kebal hukum. Kami siap menindak tegas pelaku dan memberikan perlindungan kepada korban,” tegasnya.
Sunhot menekankan, kebebasan berorganisasi tidak boleh disalahgunakan untuk menakut-nakuti masyarakat. “Polri menghormati kebebasan berserikat. Tapi tidak ada ruang bagi siapapun untuk memeras warga dengan kedok ormas. Itu pelanggaran hukum,” ujarnya.
Modus Pemerasan Rp5 Miliar
Jekson diduga memeras PT Ciliandra Perkasa, salah satu entitas Grup First Resources, dengan meminta uang sebesar Rp5 miliar. Ia menyebarkan pemberitaan negatif di 24 media daring yang menuding perusahaan menyebabkan kerusakan lingkungan hingga merugikan negara Rp1,4 triliun.
Namun, perusahaan tidak pernah diberi ruang untuk menyampaikan hak jawab. Sebaliknya, tersangka meminta uang agar pemberitaan negatif itu dihentikan. Ia bahkan mengancam akan menggelar tujuh kali unjuk rasa di Jakarta jika permintaan tidak dipenuhi.
Korban kemudian diminta menyerahkan uang muka sebesar Rp150 juta di Hotel Furaya, Selasa (14/10/2025) sekitar pukul 17.15 WIB. Tersangka memesan dua kamar hotel bernomor 218 dan 237 sebagai bagian dari skenario penyerahan uang. Saat korban dan tersangka keluar dari hotel, tim Polda Riau yang telah mengintai langsung mengamankan mereka.
Bersama tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti antara lain uang tunai Rp1.000.000, dua unit ponsel (iPhone 14 Pro Max dan Samsung A21), kartu akses kamar 218 Hotel Furaya, kartu ATM BCA atas nama tersangka, laptop, printer, dokumen kerja sama, serta kartu anggota Ormas Petir.
Polisi juga melakukan penggeledahan di rumah tersangka di Jalan Umban Sari, Rumbai, Pekanbaru, Rabu (15/10/2025) pukul 15.30 WIB. Seluruh barang bukti telah diamankan di Ditreskrimum Polda Riau untuk pendalaman lebih lanjut. ***
Komentar Anda :