Baru 10 Persen, Gubri Abdul Wahid Minta Program Makan Bergizi Gratis Dipercepat dan Diawasi Ketat
Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:55:40 WIB
PEKANBARU (BabadNews) – Gubernur Riau Abdul Wahid meminta pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di seluruh kabupaten/kota dipercepat dan diawasi lebih ketat. Hingga Oktober 2025, capaian program baru menyentuh 10 persen dari total sasaran masyarakat.
Hal itu disampaikan Gubernur Riau, Abdul Wahid, dalam rapat evaluasi bersama Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional (BGN), Dadang Hendrayudha di Ruang Melati Kantor Gubernur Riau, Selasa (21/10/2025).
Wahid menjelaskan, Satgas MBG juga melibatkan seluruh Sekda kabupaten dan kota se-Riau. Ia menyebut, Pemprov Riau rutin melakukan pengecekan lapangan hampir setiap minggu ke sekolah dan dapur penyedia makanan bergizi. Saat ini, cakupan program MBG di Riau baru mencapai 10 persen dari total masyarakat sasaran.
“Respon masyarakat sangat baik. Banyak orang tua merasa terbantu karena tidak perlu lagi menyiapkan bekal makan anak,” ujar Wahid.
Namun, pelaksanaan program ini masih menghadapi sejumlah kendala, salah satunya terkait penerimaan anak terhadap cita rasa makanan. “Di awal program hanya 50 persen siswa yang mau mengonsumsi makanan bergizi yang disediakan. Setelah ditelusuri, sebagian anak mengeluhkan soal rasa,” jelasnya.
Untuk itu, Wahid meminta agar dapur penyedia memperbaiki kualitas rasa. “Anak-anak boleh menyampaikan keluhan, tapi ditulis saja dan dimasukkan ke tempat makan, tidak perlu diumbar di media sosial,” tegasnya.
Selain masalah rasa, tantangan lain yang dihadapi adalah keterbatasan alat pengujian bahan pangan. Pada tahun 2025, hanya tersedia 112 unit rapid test kit yang terdiri dari 80 alat untuk uji pestisida dan 32 untuk formalin. Padahal, setiap Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) wajib menguji minimal lima komoditas pangan segar.
Hingga kini, baru 15 SPPG yang menjalani pengujian, tersebar di 12 titik di Pekanbaru dan tiga di Kampar. Banyak bahan pangan yang digunakan masih berasal dari luar provinsi, sehingga pengawasan terhadap kualitas dan keamanan pangan menjadi lebih kompleks.
Kasus keracunan juga sempat terjadi karena beberapa dapur memasak sejak malam hari dan menyajikannya keesokan pagi. “Prosedurnya seharusnya memasak pukul dua sampai lima pagi. Tapi pengawasan di lapangan masih lemah,” ungkap Wahid.
Deputi BGN, Dadang Hendrayudha, menambahkan bahwa di Pekanbaru terdapat sekitar 873 SPPG, namun sebagian besar belum memiliki dapur aktif. “Beberapa tenaga kerja sudah digaji negara, tapi belum bekerja optimal karena dapur belum siap. Ini harus segera disinkronkan,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya kehadiran ahli gizi dan akuntan di setiap dapur. Menurutnya, menu MBG tidak bersifat nasional tunggal, melainkan disesuaikan dengan kearifan lokal. “Ahli gizi dibutuhkan untuk menghitung komposisi kalori, karbohidrat, dan gizi seimbang. Sayangnya, tenaga ahli ini masih sulit dicari,” ujar Dadang.
Sementara itu, pembangunan SPPG di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Riau dapat dilakukan langsung oleh investor lokal tanpa melalui portal nasional mitra.bgn.go.id. Pendaftaran dilakukan melalui Satgas kabupaten atau kota. Setiap bangunan SPPG dirancang seluas 150 meter persegi, dilengkapi fasilitas kantor, gudang, ruang persiapan, pengolahan, penyimpanan, hingga area pencucian. ***
Komentar Anda :