(BabadNews)  - Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersiap memasuki era baru transparansi keuangan digital. Mulai 2026, data rekening uang elektronik dan aset kripto akan ikut dilaporkan dalam sistem pertukaran informasi keuangan internasional sesuai standar OECD terbaru.
Melalui kebijakan ini, Indonesia akan mulai memperluas pengumpulan dan pertukaran data keuangan lintas negara untuk tahun data 2026 yang hasilnya dipertukarkan pada 2027.
“Langkah ini merupakan komitmen Indonesia dalam menjaga keterbukaan dan keadilan perpajakan global,” ujar pihak DJP dalam keterangan resminya, Selasa (4/11/2025).
Indonesia pertama kali menerapkan sistem Automatic Exchange of Information (AEOI) pada 2018 berdasarkan common reporting standard (CRS) yang disusun oleh OECD. Dengan versi terbaru, cakupan pelaporan kini meluas mencakup perkembangan dunia keuangan digital, termasuk uang elektronik, kripto dan mata uang digital bank sentral (CBDC).
Direktorat Jenderal Pajak selaku competent authority Indonesia telah menandatangani addendum to the CRS Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) pada 19 November 2024. Penandatanganan ini memperkuat posisi Indonesia dalam kerja sama pertukaran data keuangan internasional bersama negara mitra OECD.
Salah satu poin penting Amended CRS adalah kewajiban pelaporan atas rekening keuangan baru, seperti produk uang elektronik tertentu (specified electronic money products) dan aset berbasis digital.
Selain itu, lembaga jasa keuangan diwajibkan memerinci data rekening, mulai dari status rekening, validitas self-certification pemilik, hingga informasi pengendali entitas (controlling person). Bahkan, rekening bersama (joint account) dan jumlah pemegangnya kini termasuk dalam laporan wajib.
DJP menegaskan, penerapan Amended CRS tidak akan tumpang tindih dengan crypto-asset reporting framework (CARF), sehingga pelaporan data uang elektronik, aset kripto, dan CBDC dapat berjalan efisien tanpa duplikasi.
Sebagai tindak lanjut, DJP tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) baru untuk menggantikan PMK Nomor 70/PMK.03/2017 (terakhir diubah dengan PMK 47/2024), agar sesuai dengan ketentuan Amended CRS.
“Lembaga jasa keuangan perlu segera memperbarui sistem dan proses internal agar siap menghadapi era pertukaran data keuangan digital secara global,” tambah DJP. Pemerintah berharap kebijakan ini menjadi pijakan menuju sistem perpajakan yang lebih transparan, modern, dan akuntabel.
 
 
	
    
    
	
	
Komentar Anda :