Bayi Tabung sebagai Alternatif Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu
Rabu, 18 September 2024 - 15:49:31 WIB
PEKANBARU (BabadNews) - Menurut WHO, Infertilitas adalah gangguan sistem reproduksi yang menyebabkan kegagalan untuk mencapai kehamilan klinis setelah 12 bulan atau lebih dengan berhubungan intim secara teratur (2-3 kali seminggu, red) tanpa menggunakan kontrasepsi.
Ada 2 jenis infertilitas. Infertilitas primer adalah infertilitas dalam pasangan yang belum pernah hamil sama sekali. Sedangkan Infertilitas sekunder adalah kegagalan untuk hamil setelah kehamilan sebelumnya.
Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik (suami dan istri, red) yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup.
Infertilitas dapat disebabkan oleh infeksi pada pria atau wanita, tetapi seringkali tidak ditemukan adanya penyebab mendasar yang jelas.
Infertilitas terutama lebih banyak terjadi di kota-kota besar karena gaya hidup yang penuh stres, emosional dan kerja keras serta pola makan yang tidak seimbang. Infertilitas dapat terjadi dari sisi pria atau wanita maupun pasangan. Disebut infertilitas pasangan bila terjadi penolakan sperma suami oleh istri sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan sel telur. Hal ini biasanya disebabkan oleh ketidaksesuaian antigen atau antibodi pasangan tersebut.
Berdasarkan data Evaluasi Demographic and Health Surveys (DHS) yang dilakukan WHO pada 2004 diperkirakan lebih dari 186 juta wanita usia subur (WUS) di negara berkembang yang pernah menikah, mengalami infertilitas. Angka ini setara dengan satu dari setiap empat pasangan usia subur (PUS) usia 15-49 tahun. Selain itu, WHO memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri atau satu dari tujuh pasangan bermasalah dengan kesuburannya. Setiap tahun akan muncul 2 juta pasutri dengan masalah yang sama.
Di Indonesia, dari 67 juta PUS, sebanyak 5-10 persen atau 8 juta mengalami infertilitas atau gangguan kesuburan yang membuat mereka sulit mendapatkan anak. Hal itu berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi infertilitas di Indonesia meningkat setiap tahun. Pada 2013, tingkat prevalensi adalah 15-25 persen dari semua pasangan (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri) pada 2017, terdapat 1.712 pria dan 2.055 wanita yang mengalami infertilitas. Angka kejadian infertilitas pada perempuan usia 30 – 34 tahun 15 persen, pada usia 35-39 tahun 30 persen dan pada usia 40 – 44 tahun adalah 55 persen. Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40 persen dari angka kejadian infertil, istri 40-55 persen, keduanya 10 persen, dan idiopatik 10 persen. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita atau istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain:
Pada perempuan:
1. Hormonal
Gangguan kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal atau gangguan pada ovarium yang menyebabkan :
a. Kegagalan ovulasi.
b. Kegagalan endometrium uterus untuk berproliferasi dan sekresi.
c. Sekresi vagina dan serviks yang tidak menguntungkan bagi sperma.
d. Kegagalan gerakan tuba falopii (saluran telur) yang menghalangi sel sperma mencapai sel telur.
2. Sumbatan
Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab untuk kira-kira sepertiga dari penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan :
a. Kelainan kongenital.
b. Penyakit radang panggul umum, misalnya usus buntu dan peritonitis.
c. Infeksi traktus genitalis, misalnya klamidia.
3. Faktor Lokal
Keadaan-keadaan seperti :
a. Fibroid uterus, yang menghambat implantasi ovum.
b. Erosi serviks yang mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma.
c. Kelainan kongenital vagina, serviks atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma.
Pada laki-laki:
1. Gangguan Spermatogenesis
Analisis cairan seminal dapat mengungkapkan :
a. Oligospermia jumlah sperma kurang dari 20 juta per mililiter cairan seminal.
b. Teratozoospermia jumlah sperma yang abnormal lebih dari 40 persen yang berupa kerusakan pada kepala atau ekor yang spesifik.
c. Hipovolemia, cairan seminal yang diejakulasikan kurang dari 2 ml.
d. Kandungan kimia cairan seminal tidak memuaskan, misalnya kadar glukosa, kolesterol, atau enzim hialuronidase abnormal dan pH-nya terlalu tinggi atau terlalu rendah.
2. Obstruksi
a. Sumbatan (oklusi) kongenital duktus atau tubulus.
b. Sumbatan duktus atau tubulus yang disebabkan oleh penyakit peradangan (inflamasi) akut atau kronis yang mengenai membran basalis atau dinding otot tubulus seminiferus, misalnya orkitis, infeksi prostat, infeksi gonokokus.
3. Ketidakmampuan Koitus atau Ejakulasi
a. Faktor-faktor fisik misalnya hipospadia, epispidia, priapismus atau penyakit peyronie.
b. Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk terjadinya ereksi.
c. Alkoholisme kronik.
4. Faktor Sederhana
Kadang-kadang faktor-faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat menyebabkan keadaan luar (panas) yang tidak menguntungkan untuk produksi sperma yang sehat.
Sumber: Riaupos.com
Komentar Anda :