PSU di Siak, Ilham Yasir Ingatkan Jangan Manipulasi Pemilih
Rabu, 26 Februari 2025 - 09:08:00 WIB
TERKAIT:
PEKANBARU (BabadNews) - Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara PHPU nomor 73/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan Alfedri - Husni Merza di Pilkada Siak. Adapun termohon dalam perkara ini adalah KPU Kabupaten Siak, dan pihak terkait adalah Afni Z - Syamsurizal.
Dalam pertimbangannya, hakim memerintahkan termohon untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang pada TPS 3 Desa Jayapura, Kecamatan Bunga Raya, TPS 3 Desa Buantan Besar, Kecamatan Siak, berdasarkan daftar pemilih tetap dan tambahan. Serta melakukan PSU terhadap pasien dewasa, pendamping pasien, serta tenaga medis RSUD Teuku Rafien yang belum menggunakan hak pilih, dengan terlebih dahulu membentuk TPS khusus.
Menanggapi itu, Ilham Yasir mantan Ketua KPU Provinsi Riau mengatakan dulunya di RS, Lapas dan Rutan ada TPS khusus. Namun seiring waktu hasil evaluasi KPU RI untuk di RS ditiadakan karena proses pendataan pemilih dinamis karena pasien berganti-ganti terus, sedangkan karyawan RS sudah terdaftar di alamat domisili mereka.
"Hal tersebut tidak efektif dan sejak pemilu 2014 ditiadakan, yang ada hanya TPS wilayah khusus yang dipertahankan seperti di Lapas, Rutan, termasuk di kompleks industri atau perkebunan yang ada perumahan karyawan yang terpusat di suatu tempat dan mencukupi untuk didirikan minimal jumlah pemilihnya satu TPS," ungkap Ilham, Selasa (25/2/2025).
Dengan putusan MK kemarin, kata Ilham sepertinya MK ingin menghidupkan kembali TPS untuk di RS kedepannya. Padahal, hal tersebut kurang efektif dan dulunya sering terjadi masalah karena pemilih yang akan memilih sering berganti-ganti.
"Sudah dicarikan solusi dengan mengurus pindah memilih, jika di rawat di RS bisa pindah di TPS yang dekat dengan RS, nanti petugas KPPS berdasarkan data pindah memilih yang masuk dan mendatangi pasien yang sedang dirawat, termasuk keluarga pendampingnya," tambahnya.
Ia mengungkapkan MK dalam putusan PSU di Siak khususnya yang di RSUD kurang memahami kondisi dan dinamika yang ada di lapangan. Hanya dengan alasan menjaga hak konstitusional pemilih, lalu memerintahkan PSU di sana.
"Padahal, para karyawan di RSUD itu sudah terdaftar di TPS tempat domisilinya. Jika jauh dan diperkirakan pada hari H tanggal 27 Nov 2024 kemarin akan bertugas penuh, 7 hari sebelumnya bisa mengurus pindah memilih. Proses administrasinya juga sangat mudah sekali, cukup datang ke TPS terdekat di RSUD, sama seperti pasien dan pendamping keluarganya tadi," katanya.
Karena sudah menjadi putusan yang final dan harus dijalankan oleh semua pihak antara KPU, Bawaslu dan para paslon. Dikatakannya, untuk memilih di TPS khusus yang akan dibentuk di RSUD, haruslah orang yang kemarin di tanggal 27 Nov 2024 yang ada di RS tersebut dan tak memilih.
"Jumlah yang disebutkan oleh pemohon 03 di MK kemarin adalah 279 pemilih terdiri dari pasien, keluarga pasien pendamping, karyawan RSUD, para dokter dan perawatnya. Dari 279 tersebut, karna ada juga pastinya sudah memilih di TPS asal domisilinya pada 27 Nov kemarin, maka nanti tidak boleh memilih, termasuk beberapa pasien yang kemarin sudah memilih dilayani oleh petugas KPPS terdekat yg mendatangi RS, maka besok tak boleh lagi memilih," tegasnya.
"Kemudian jika dari 279 itu ternyata ada yg ber KTP di luar Kabupaten Siak, maka tidak boleh memilih. Jika dipaksakan memilih ada lebih dari satu orang, TPS khusus tersebut harus di PSU kan ulang lagi," sambungnya.
Ilham menghimbau juga untuk di 2 TPS lainnya, tidak boleh ada menghilangkan hak memilih hanya karena ada pemilih yang tak sampai C6 pemberitahuannya, padahal dari dulu kalau tak dapat C6 bisa langsung ke TPS dengan membawa KTP, kemudian di TPS dibantu dicek oleh KPPS.
"jika sudah terdaftar di DPT langsung memilih di jam 7 sampai 12. Jika belum terdaftar di DPT, dengan KTP akan diberikan hak memilih dengan pemilih daftar khusus itu jam 12 - 13, setelah pemilih dalam DPT sudah memilih terlebih dahulu," cakapnya.
Ia menyampaikan karena sudah menjadi putusan MK, kedua TPS tersebut harus diulang, tetap dengan data pemilih yang ada di DPT 27 November kemarin, plus pemilih yang menggunakan KTP dan pemilih pindahan pada 27 Nov kemarin. Jadi tak ada pemilih baru yg nnti akan memilih.
"Kalau ada pemilih misalkan diseludupkan atau dipaksakan padahal tak ada terdaftar kemrn di 27 Nov, maka lagi-lagi TPS tersebut harus di PSU kan lagi," ujarnya
"Saya menghimbau semua pihak jangan coba-coba memanipulasi pemilih untuk PSU akan datang ini. Karena ada ancaman pidananya yang cukup berat dan cukup mudah mendeteksinya, terutama akan terjadi pada saat penghitungan suara data yg tidak sinkron antara data pemilih dengan data pengguna hak pilih dan jumlah surat suara sah dan surat suara tidak sah. Keempat komponen ini harus sinkron, jika tidak sinkron akan ditelusuri bersama-sama," tutupnya.